Tujuh Abad benar
Periode
abad 7 sampai dengan abad 13 disebut
masa kejayaan Islam, terdiri dari masa Empat Khalifah Besar (Abu Bakar, Umar,
Usman dan Ali), masa dinasti (Umayyah, dan masa dinasti Abbasiyyah. Umayyah dan masa dinasti Abbasiyyah merupakan
jaman keemasan Islam. Dalam periode Tujuh Abad Benar ini (abad 7 sampai dengan
13), Al-Qur'an merupakan pedoman hidup dalam segala aspek kehidupan. Maka
periode ini disebut periode *Benar", yaitu jalan kehidupan yang sesuai
dengan kehendak Allah.
Namun
ditengah-tengah periode ini, tepatnya pada abad 9, terjadilah suatu
"kesalahan', sampai umat Islam "tergelincir" dari qudrat Allah.
Dan akibat dari ketergelinciran ini, ialah kehilangan motivasi mnnusia, terasa
sampai sekarang, ialah pada penghujung abad 20 ini. Baiklah kita telaah
peristiwa yang menentukan ini dalam bab ini, yang disajikan dalam tiga sub-bab,
ialah *Sebelum", "Semasa", dan "Sesudah" kejadian
ketergelinciran itu.
Sebelum :
Dengan
melandaskan diri kepada uraian Ibrahim Madkour dalam bukunya berjudul, 'Aliran
dan Teori Filsafat Islam', 1995, kejadian "tergelincirnya" umat Islam
dari qudrat Allah disebabkan oleh perbedaan faham keagamaan, yang pada
gilirannya disebabkan oleh pengaruh berbagai agama yang masuk ke dalam Islam,
dan ulah Para Penguasa kerajaan Islam pada waktu itu. Berhubung dengan
pengaruh-pengaruh itu, masyarakat Islam, sebagaimana diajarkan oleh Nabi
Muhammad s.a.w., yang berwatak persaudaraan dan kekuatan, menjadi goncang.
Terutama sekali dalam hal ini hilangnya kekuatan atau "human motivation"
untuk tetap kaffahnya Masyarakat
lslam.
Sebelum terjadinya ke "tergelincirannya” itu, data dan fakta sejarah menunjukan hal-hal sebagai berikut:
Sebelum terjadinya ke "tergelincirannya” itu, data dan fakta sejarah menunjukan hal-hal sebagai berikut:
Pelecut masalah itu
ialah terbunuhnya Khalifah Usman sehingga menimbulkan masalah dasar tentang
dosa besar dan dosa kecil : apakah mereka yang berdosa itu masih mu'min atau
sudah kafir, atau berada ditengah-tengah ? (Madkour, 1995 : 140).
Pada waku itu agama Islam telah dipeluk oleh agama-agama mereka sebelum mereka masuk Islam. Ada pun pengaruh berbagai agama itu adalah Zoroaster dan Mazdakiah, dan juga agama-agama Nasrani dan Yahudi. Dengan semangat "give and take" faham dari agama-agama itu menjalar masuk ke dalam Islam' Pengaruh yang kuat mempengrruhi ahli-ahli ilmu Kalam Islam, seperti masalah Kebebasan Kehendak.
Kebebasan merupakan salah
satu nilai kemanusiaan yang teragung. Kaum Sufi memberikan definisi :
"membebaskan diri dari penghambaan terhadap semua aliran dan memutuskan
segala ikatan dan kepalsuan karena kebebasan adalah membebaskan diri dari
tekanan syahwat dan fana'nya kehendak manusia di dalam Kehendak Yang Maha
Besar". Dari segi lain Kant mengatakan bahwa Kebebasan tak lain adalah
fondasi moral sebagai asas tanggungjawab secara umum. Demikian pula para filsuf
dari dulu selalu membahas masalah ini. Aristoteles, Epicurus, Spinoza, Leibnitz
dan Bergson (Madkoul r99s:135-136).
Kebebasan
Kehendak
itu sebenarnya tidak terlepas dari konsepsi tentang Tirhan. Para pakar ilmu
Kalam (teolog), sejak dinasti Umayyah yang berumur 90 tahun (sejak pertengahan
kedua abad satu H sampai akhir pertengahan Pertama abad dua H). Pada waktu itu
muncul dua aliran yang kuat, ialah aliran Salaf, condong kepada faham Jabariah
("fatalistic attitude") dan kemudian aliran Mu'tazillah, condong
kepada faham Qadariah (freewill).
Aliran Salaf tunduk dan taat
kepada Penguasa. Karena itu faham Jabariah, ialah bahwa manusia tidak berdaya
apa-apa karena dosa berada ditangan Tirhan semata, sangat cocok bagi mereka
yang tunduk kepada penguasa. Dalam konsepsi mereka Allah adalah Esa, Tiada
Tuhan selain Dia. Tiada beristeri dan tiada beranak Dia adalah Maha Hidup, Maha
Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berkehendak Maha
Kalam.
AI-Qur'an
adalah Kalam Allah atau "The Words of Allah", bukan mahluk, Allah
punya wajah tapi tidak seperti wajah mahluk; Allah punya tangan tapi tidak
seperti tangan mahluk. Pada hari kiamat orang akan dapat melihat Allah dengan
pandangan mata (Madkour, 1995 : 38). Akidah kaum Salaf ini tak pelik-pelik maka
dapat dijangkau oleh kaum awam (rakyat).
Para
tokoh Salaf memegangi Al-Ma'sur, ialah Al-Qur'an dan Hadits, mendahulukan
riwayat atau kajian, dan mendahulukan naql ketimbang akal. Mereka disebut Ahli
Al-Sunnah wal Jama'ah, dan bersifat orisinil (asli). Mereka sangat terpaku pada
arti harfiah dari pada nash-nash.
Adapun "rival" dari golongan ini adalah Mu'tazillah. Merekalah yang
dianggap pendiri dari ilmu Kalam (teologi Islam). Pemikiran mereka sangat
rasional, dan memiliki paling banyak tokoh-tokoh dan teori-teori. Mereka adalah
pelopor kebebasan berpikir mempromosikan saling mengkritik, anak dan ayah,
murid dan guru.
Mereka berpandangan bahwa Al-Qur'an itu mahluk. Pandangan inilah
yang merupakan pembeda terhadap pandangan rivalnya, dan untuk menegakkan
pandangan ini mereka berjuang satu setengah abad lamanya, ialah sampai
kira-kira tahun 850 M, ketika terjadi mihnah atau bencana, ketika mana
Mu'tazillah mendapat dukungan resmi dari Penguasa.
Metoda : mereka
meyakini sepenuhnya kemampuan akal. Dikatakan bahwa alam tunduk sepenuhnya
kepada akal (seperti pandangan Descartes). Mereka merasa perlu mentahrilkan
(merasionalkan) ayat-ayat mutasyabihat dan menolak Hadits-hadits yang tidak
diakui oleh akal, terutama Hadits-hadits ahad (yang diriwayatkan oleh
seseorang). Para rival mereka menganggap pandangan-pandangan itu begitu berat,
seolah-olah kurang mengagungkan dan kurang menyem-purnakan Allah (Madkour, 7995
: 49).
Hal
ini bertentangan dengan prinsip menyerahkan diri kepada Allah. Sejalan dengan
ini mereka mensucikan kemerdekaan berpikir. Namun tampak bahwa argumentasi
mereka saling berlawanan dan saling kontra. Mereka saling menuduh kafir kepada
sesamanya. Mu'tazillah mengemukakan tujuh sifat Allah, ialah Maha Kuasa
(qudrat), Maha Berkehendak Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Kalam
(Berfirman). Mu'tazillah menundukkan naql kepada hukum akal, namun tidak
mengingkarinya.
Kini,
baiklah kita memasuki masalah pokok ialah tentang Kebebasan
Kehendak Masalahnya adalah :
apakah benar ada jalan untuk mengatakan kebebasan kehendak secara mutlak ?
Pandangan-pandangan pun bermunculan seperti "Khalq al-Afal" Al-Jabar wa al-Ikhtiyar", Al Qada wa al Qadar" , yang pada dasarnya adalah mempersoalkan kebebasan kehendak lawan predestinasi atau takdir. Yang berpartisipasi dalam hal ini adalah Khawarlj, Murjiah- Qadariah, Jabariah dan Mu'tazillah. Problem takdir muncul pada pertengahan abad satu H, setelah terbunuhnya Usman mengenai dosa besar atau dosa kecil.
apakah benar ada jalan untuk mengatakan kebebasan kehendak secara mutlak ?
Pandangan-pandangan pun bermunculan seperti "Khalq al-Afal" Al-Jabar wa al-Ikhtiyar", Al Qada wa al Qadar" , yang pada dasarnya adalah mempersoalkan kebebasan kehendak lawan predestinasi atau takdir. Yang berpartisipasi dalam hal ini adalah Khawarlj, Murjiah- Qadariah, Jabariah dan Mu'tazillah. Problem takdir muncul pada pertengahan abad satu H, setelah terbunuhnya Usman mengenai dosa besar atau dosa kecil.
Pada
dasarnya ahli Jabariah berpenda-pat bahwa Tuhanlah yang berkehendak secara
mutlak, atau Tuhan memaksakan (Jabara) kehendaknya kepada manusia, sedangkan
aliran Qadariah sebaliknya, manusia memiliki kekuatan untuk menunjukkan
kehendaknya dan bertanggungjawab atas kebebasan ini. Kedua aliran mencari
pembenaran berupa ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits. Ayat-ayat Al-Qur'an mengenai
Qadariah : At-Thubah : 82,95;Yunus : 108; Kahfi : 29; Fusilat : 46; Mudasir:38.
Sedangkan mengenai Jabariah : Baqarah : 6, 7; Al-A'raf :178; At-Taubah:29;
Ali-Imran :165,766.
Seorang
ahli ijtihad, Imam Syaf i (767-820 M), mendapat dukungan dari Khalifah Harun
Al-Rasyid. Dia dianggap sebagai pendiri Ahli Sunnah wal Jama'ah, dan terkenal
sebagai pembela Sunnah. Namun ia sangat hati- hati dalam menggunakan qias,
hanya untuk hal-hal dalam mua'malah, dimana tak ada naqlnya.
Satu hal tak jelas- apakah Imam Syaf i itu digolongkan pada Jabariah atau Qadariah. Namun golongan Mu'tazillah adalah benar-benar Qadariah, dengan tokoh-tokohnya yang terkenal. Mereka membersihkan agama Islam dari unsur-unsur yang masuk dari agama lain, seperti antropomorfisme. Tampak kepada kita ada hubungan yang erat antara pensucian akal dan kehendak bebas.
Satu hal tak jelas- apakah Imam Syaf i itu digolongkan pada Jabariah atau Qadariah. Namun golongan Mu'tazillah adalah benar-benar Qadariah, dengan tokoh-tokohnya yang terkenal. Mereka membersihkan agama Islam dari unsur-unsur yang masuk dari agama lain, seperti antropomorfisme. Tampak kepada kita ada hubungan yang erat antara pensucian akal dan kehendak bebas.
Semasa
Kaum
Mu'tazillah mendapat dukungan resmi dari KhalifahAl-Ma'mun (813-833 M) dan
pandangan Mu'tazillah dijadikan akidah resmi negara, dan topik bahwa Al-Qur'an
itu mahluk dijadikan simbol untuk pemikiran bebas.
Hal
ini mengobarkan rasa benci dari golongan lain, dan rasa ini terutama ditujukan
kepada pemikir-pemikir rasionalis ekstrim. Al-Ma'mun diganti oleh Al-Mutasim,
kemudian oleh Al-Wasic. Semua khalifah itu mendukung pandangan Islam yang
berada dalam keguncangan, yang berjalan hampir setengah abad.
Tokoh-tokoh yang menentang rasionalisme
disiksa, dipenjara, bahkan dibunuh oleh Penguasa. Inilah mihnah atau bencana,
yang merupakan cobaan dari Allah, cobaan yang sangat fundamental bagi para
muslim, apakah mereka itu sudah siap untuk memikul tugas-tugas memodernisasikan
dunia dengan cara-cara yang diridlai Allah.
Pahlawan
menghadapi bencana ini adalah Ahmad bin Hambal (855), yang tak sudi mendukung
pendapat Penguasa. Golongan Hanabiah dan Karamiah (Salaf ekstrim) selalu gigih
mempertahankan pandangan kaum Salaf, Badai mulai mereda ketika Al-Mutawakkil
menjadi khalifah, pada tahun 232 H atau 866 M. Ia memerintah dengn hati-hati
dan bijak. Pertarungan pun mulai berhenti pada tahun 870.
Kaum
Salaf, dengan berdirinya kekhalifahan ini merasa mendapat dukungan resmi dari
Penguasa, ialah dukungan Kejumudan dan Konservatisme, dengan melindaskan diri
pada arti harfiah dari nash-nash. Maka pandangan pun beralihlah dari
ekstrimitas rasio ke ekstrimitas naql (Madkour,
1995 : 178).
Abu
Al-Hasan Al-Asy'ari (893-957 M) mencoba menengahi pandangan-pandangan yang
bertolak belakang antara Salaf dan Mu'tazillah. Namun ia lebih condong kepada
pandangan kaum Salaf dan bersifat Jabariah moderat. Ia seorang Mu'tazillah
murid tokoh generasi keempat, Abu Ali bin Jubba'i (868 M - 936 M), ketika
gurunya itu hampir wafat, Al-Asy'ari keluar dari Mu'tazillah dan mendirikan
Asy'ariah. Maka ia bertentangan dengan bekas gurunya itu yang berusaha
menegakkan kembali kemunduran Mu'tazillah dalam masa hidupnya.
Namun
ia tak tahan pada serangan-serangan oleh golongan Asy'ariah. Sesudah Nizam
Al-Mulk (1092 M) kini menjadi pendukung resmi dari Asy'ariah. Al Ghazali (wafat
1111 M), seorang dosen dari madrasah Nizamiah bertindak selaku benteng aliran
baru ini yang sedang "naik daun".
Muslim
kini sudah "tergelincir" dari qudrat Allah, dan berbalik sifat
menjadi jumud dan konsevatif. Inilah sifat- sifat "fatalis", atau
"fatalistic attitude", yang mengkarakeristik Muslim sampai kini
(meskipun sudah banyak berubah). Namun kelemah karsaan bukan berarti
irrasional. AI Ghazali tetap rasional, dan sistem ekonomi yang dianjurkannya
seperti qiradl yang dapat dibaca pada bukunya "Ihya Ulumuddin"
bersifat rasional.
Namun
yang tak ada adalah pelecutan kepada rakyat agar sistem ekonomi itu dilaksanakan.
Ia hanya menyatakan bahwa berdagang itu lebih baik dari minta-minta, narnun tak
melecut agar orang itu jangan minta-minta (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin: Rub II,
Kita! III). Tegasnya pada masa ini tidak ada pembinaan dari para cendekiawan
kepada rakyat yang pada umumnya menganut "fatalistic attitude" atau
Jabariah itu.
Mengapa begitu ?
Mungkin sekali karena para cendekiawan "mengundurkan diri" dari hidup bermewah-mewah a'la Seribu satu Malam" yang sudah berkecamuk sehubungan dengan masa keemasan Islam itu. Mereka menentang materialisme, dan banyak diantara mereka yang menjadi Sufi, dengan hidup zuhud dan wara' !
Mengapa begitu ?
Mungkin sekali karena para cendekiawan "mengundurkan diri" dari hidup bermewah-mewah a'la Seribu satu Malam" yang sudah berkecamuk sehubungan dengan masa keemasan Islam itu. Mereka menentang materialisme, dan banyak diantara mereka yang menjadi Sufi, dengan hidup zuhud dan wara' !
Perang Salib
Dinasti
Abbaiyyah terbentang selama lima abad, dari tahun 750 M sampai dengan tahun
7258M, ketika Hulagu Khan dari Mongol memporakporandakan kota Bagdad. Bencana
atau mihnah terjadi disekitar tahun 850 M, lamanya kurang-lebih ,.terakhir abad, suatu "ketergelinciran" Muslim dari qudrat Allah, suatu cobaan
dengan mar, muslim; tidak lulus" sehingga setelah itu Muslim bersifat
'fatalis", suatu sifat yang mensifati Muslim sampai sekarang.
Ada
pun terjadinya perang Salib selama dua abad itu (tahun 1096-1291), tak lain
adalah pengalihan kebudayaan Islam yang
dilanda sikap fatalis itu ke dunia Barat, sehubungan dengan Barat mulai langkit
karsanya. Dengan Perang Salib ini, Barat mulai mengenal sivilisasi atau
peradaban,yang mereka raih dari Islam.
Hal ini banyak yang tak diinsyafi oleh orang Barat.
Perang
Salib dimulai oleh pendudukan daerah-daerah suci Kristen di Yerusalem oleh
dinasti Sejuk dari Turki. Mereka
menghalang-halangi orang-orang Kristen yang berziarah ke tempat itu. Ini
menimbulkan kobaran perang agama dari orang-orang Kristen Eropa, yang berani
melawan Muslim, karena negara-neqara Muslim pada waktu itu sedang goyah.
Terjadilah perpecahan segitiga", ialah antara dinasti Fatimiah di Mesir,
dinasti Abbasiyyah di Bagdad, dan dinasti Umayyah di Cordoba Spanyol, yang
memproklamasikan dirinya menjadi Khlifafi. Kemudian, secara ekonomis, Eropa
mulai bangkit mengimbangi dunia Timur- Pantai Timur Iaut
Terrgrh dengan kota-kota dagangnya seperti Venesia, Genoa, dan Pisa, mulai ramai.
Mereka
mulai meletakkan jaringan perdagangan di Barat, dan-ini ingin mereka
integrasikan dengan jaringan perdagangan di Timur atau di Asia. Karena itu
mereka ikut membiayai Perang Salib. Masyarakat Eropa, yang terdiri dari tiga
golongan, ialah Gereja, Bangsawan dan Kesatria, dan rakyat jelata, mulai
bangkit. Rakyat jelata yang tertindas, miskin dan hina, dilecut oleh Gereja
untuk ikut di dalam Perang Salib.
Banyak
anak-anak miskin sebagai akibat dari sistem waris "primogenitor",
sehubungan dengan anak sulung yang meninggal, tanahnya jatuh ke Gereja. Para
petani pada umumnya miskin karena sistem bagi hasil dan pajak-pajak yang berat.
Bagi rakyat jelata, ikut berperang merupakan peningkatan status dan kehidupan
mereka.
Hitti
membagi Perang Salib yang berjalan lama ini ke dalam tiga periode, sebagai
berikut :
periode
dari tahun 1096-1114 disebut periode penaklukan. Pidato Paus Barbarus II
membangkitkan semangat rakyat. Mereka berbondong-bondong mengikuti perang,
namun tidak terorganisir, tidak ada persiapan, strategi perang, dan sebagainya.
Yang terjadi biasanya perampokan-perampokan dan keonaran-oleh peserta
Perang Salib.
Namun
Raja Godfrey of Bouillon mengambil alih pimpinan. Ia benar-benar mengadakan
ekspedisi militer yang teratur, dan ia berhasil menaklukkan Palestina
(Yerusalem). Banyak pembantaian yang dilakukan oleh prajurit perang Salib
kepada kaum Muslim. Para prajuri tidak pilih bulu, semua dibantai, laki-laki,
wanita dan anak-anak. Kemelangan mereka mendirikan negara Kristen-Latin di
Timur, Baitalmakdis, yang dipimpin sendiri oleh Godfrey.
Periode
2:tahun 1l44-ll92 disebut "reaksi umat Islam". Dalam kebangkitan ini,
Muslim merebut kembali kota-kota yang diduduki oleh prajurit Perang Salib.
Salahuddin dari Mesir memimpin perlawanan. Namun tentara Salib meningkat lebih
banyak lagi, ialah Frederich Barbarossa dari Jerman, Richard ofthe Lion Heart
dari Inggris, dan Raja Louis IX dari
Prancis.
Periode
3, tahun 1l93-I291, merupakan perang
saudara kecil-kecilan diantara para peserta Perang Salib. Kini, motivasi
keagamaan tehh hilang dan beralih menjadi motivasi politik dan motivasi yang
bersifat material. Mereka bukan menyerang Baitalmakdis, melainkan Constantinopel.
Maka berdirilah Raja Roma-Latin pertama.
Dalam
periode lni bangkit seorang pahlawan wanita, bernama Syajar ad-Durr. Kristen
tidak mendapat kemenangan dari Perang Salib, namun mereka mendapat pengalaman
yang sangat berharga. Kontak dengan Islam dari Timur ini, merupakan kontak
dengan suatu bangsa yang berkebudayaan lebih maju- Inilah benih-benih untuk
timbulnya Renaissance di Barat dalam segala aspek kehidupan : militer, seni,
industri, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan dan kepribadian.
Di
bidang militer: bahan peledak untuk bandul, perang bersenjata dengan menunggang
kuda, penyampaian informasi dengan merpati, rebana dan genderang untuk
menimbulkan semangat.
Di
bidang perindustrian: peralatan dan kain tenun seperti muslin, satin, damas,
dan wewangian seperti parfum, kemenyan, dan getah Arab untuk mengharumkan
ruangan.
Dibidang
pertanian: irigasi prakis, jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Demikian pula
gula.
Di
bidang perniagaan: mata uang, pengganti barter. Perkataan check yang kita kenal
sekarang berasal dari bahasa Arabsakh.
Di
bidang astronomi: di Eropa mulai didirikan observatorium.
Selain
itu rumah sakit dan tempat pemandian. Sikap penting adalah sikap-sikap yang
perlu bagi bisa berjalannya modernisasi, seperti nilai-nilai kemanusiaan, status
wanita, kebebasan dan rasionditas berpikir.
Rangkuman
Demikianlah
uraian tentang "Tujuh Abad Benar". Setelah wafatnya Nabi Muhammad
s.a.w., Muslim setelah ditempa untuk berpikir kritis dan rasional, terlibat
dalam pertentangan pendapat yang akhirnya menimbulkan bencana atztt mihruh pada
abad 9 M, yang tampak kepada kita sebagai cobaan dari Tuhan. Muslim "tidak
lulus ujian" dari percobaan ini, maka "tergelincirlah" mereka
dari qudrat atau kekuasaan Tirhan. Mereka jatuh tersungkur ke
"bawah", ke kejumudan dan konservatisme, ymg mengkarakterisir Muslim
hingga sekarang.
Kemajuan
Muslim yang telah ditempuh berabad-abad lamanya, pengumpulan dan penerjemahan
buku-buku, taktik kemiliteran, industri, perdagangan, pertanian, astronomi,
kemanusiaan dan lar bebas, masuk ke
Barat.
Maka
Baratlah yang mengambil alih tugas-tugas modernisasi selanjutnya, yang dimulai
dengan Renaissance, karena Muslim jatuh ke lembah kelemah karsaan atau
kejumudan. Sebaliknya Barat, merekalah yang memperoleh kekuatan, dan dengan
kekuatan ini mereka"menyongsong" qudrat Allah.
Akhirnya, karena bencana itu, Muslim harus duduk bersimpuh di bawah telapak kaki penjajah. Sifat kejumudan atau kelemah karsaan itulah yang menjalar ke dunia Timur, termasuk ke Indonesia, yang menimbulkan masalah-masalah yang pelik pula. Inilah pelajaran dari Tuhan yang kita peroleh (Q. Al-Alaq : 5), Muslim tergelincir karena tidak lulus ujian dari cobaan Allah (Q.Al-Ankabut:2).
Akhirnya, karena bencana itu, Muslim harus duduk bersimpuh di bawah telapak kaki penjajah. Sifat kejumudan atau kelemah karsaan itulah yang menjalar ke dunia Timur, termasuk ke Indonesia, yang menimbulkan masalah-masalah yang pelik pula. Inilah pelajaran dari Tuhan yang kita peroleh (Q. Al-Alaq : 5), Muslim tergelincir karena tidak lulus ujian dari cobaan Allah (Q.Al-Ankabut:2).
0 Response to "7 ABAD BENAR"
Post a Comment